Ahad, 5 Disember 2010
Keajaiban Bersedekah
Sebagai seorang Islam, kita dituntut bersedekah. Banyak sangat bukti menunjukkan bersedekah itu sangat banyak fadhilatnya. Persoalannya, bagaimana kita nak turuti tuntutan ini sekiranya kita sendiri tidak mampu bersedekah malah kita pula yang layak menerima sedekah.
Oleh yang demikian, Islam menyuruh kita menjadi kaya. Dengan kekayaan kita dapat menunaikan tuntutan bersedekah.
Meskipun kita tahu tahap2 bersedekah itu seperti bersedekahlah dengan harta-benda, jika tidak mampu, bersedekahlah dengan wang ringgit, jika tidak mampu bersedekahlah dengan tenaga, jika tidak mampu juga bersedekahlah dengan doa... itulah selemah2 sedekah.
Takkanlah asyik bersedekah doa jer memanjang, betul kan?
Kita memandang harta sebagai salah satu alat yang disediakan Allah untuk beramal sholeh. Kita akan berusaha untuk mencari harta yang halal, lalu dengannya kita akan melaksanakan kewajiban-kewajiban kita. Setelah itu kita akan menafkahkan harta tersebut di jalan Allah. Jika kita selalu menafkahkan harta di jalan Allah, kita akan mendapatkan banyak keutamaan. Hal di tegaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya: “Orang yang dermawan (al-sakhi) itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia, dan jauh dari neraka…” (HR Al-Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Tidak hanya itu, kebiasaan kita menafkahkan harta di jalan Allah akan mengantarkan kita mencapai kebahagiaan abadi di akhirat. Syurga, InsyaAllah. Kita yakin akan hal ini, karena Rasullah saw bersabda: salah satu pintu surga adalah bagi orang yang gemar bersedekah (dirawatkan Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Karena adanya perlakuan khusus bagi para ahli sedekah (dermawan), kita akan berusaha mendidik diri untuk selalu bederma. Kita bahkan boleh hasad.
Rasulullah saw bersabda “Diperbolehkah hasad pada dua hal: Seseorang yang diberikan harta yang selalu diinfakkannya. Dan seseorang yang diberikan ilmu, dia mempergunakan ilmu tersebut dan mengajarkannya kepada orang lain.”(HR. Bukhari dan Muslim).
Jika kita sudah kaya, maka kita boleh hasad pada para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in sampai generasi sekarang yang kekayaannya melimpah, yang dengan itu mereka menorehkan tinta emas dalam sejarah penderma.
Jika kita belum kaya, maka kita tetap boleh hasad. Karena sabda diatas bukan hasad pada orang kaya tapi jarang berderma. Rasulullah membolehkan hasad pada: “Seseorang yang diberikan harta yang selalu diinfakkannya”. Jadi hasad kita adalah bagi orang yang dermawan. Yang selalu berinfak dengan hartanya. Banyak atau sedikit.
Tak boleh berhenti pada hasad, kita memang harus menginfakkan harta kita di jalan Allah. Kita harus sering bederma. Cukuplah firman-firman Allah ini menjadi pengingat dan pelecut semangat.
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.(QS Al Kahfi: 46)
“Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah apa yang telah Kami rezekikan kepada kalian sebelum datang suatu hari yang pada saat itu tidak ada jual beli, tidak ada hubungan kasih sayang dan tidak ada pula syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang dzalim.” (AS Al-Baqarah: 254)
“Maka bertakwalah kalian kepada Allah sekuat kemampuan kalian, dengar dan taatlah kalian kepada-Nya, serta infakkanlah harta yang baik bagi diri kalian, dan barangsiapa dilindungi dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS At-Taghabun: 16)
“Dan apa pun yang kalian infakkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rizki.” (QS Saba`: 39)
“..Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS Al Baqarah 272).
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan